Minggu, 05 Januari 2014

riisky_MJkepemimpinan_nisa




KEPEMIMPINAN
 Latar Belakang
Dalam suatu organisasi selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) (Siagian, 1980). 
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal. 
Upaya membangun keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembagan kekinian rumpun kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi, Manajemen SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam semangat pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya tidak terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi birokratik-weberian yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin, mendapatkan tantangan serius dari paradigma post-birokrasi yang lebih humanis
Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak pemimpin dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain:
1.     Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan
2.     Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang
3.     Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi
4.     Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan perkembangan
5.     Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.

1.2 PENGERTIAN PEMIMPIN

Kemapuan memimpin ( leadership ) adalah keterampilan yang sangat diperlukan oleh setiap manajer untuk dapat mengarahkan karyawan agar bekerja secara optimal. Kegagalan manajer membentuk teamwork akan memengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Definisi Kepemimpinan
Menurut Stoner J.A.,R.E Freeman dan D.R. Gilbert Jr. ( 1995 ), leadership ( kepemimpinan ) adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi anggota kelompok untuk menjalankan tugas. Menurut Griffin ( 2004 ), pemimpin adalah individu yang mampu memengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan. Sedangkan pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan.
     Ada kerkaitan erat antara kepemimpinan dan manajemen. Namun, ada pula perbedaannya. Seperti telah dijelaskan bahwa pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan, sedangkan manajer adalah orang yang menjalankan proses menajemen. Namun, seseorang manajer belum tentu bisa menjadi pemimpin. Serta sebaliknya bahwa seorang pemimpin belum tentu memengang jabatan sebagai manejer. Idealnya, seorang menajer juga mampu menjadi pemimpin. Seorang manajer yang tidak mampu menjadi pemimpin dapat dikategorikan sebagai manajer yang kurang baik.
Kekuasaan
Peminpin memiliki keterkaitan dengan kekuasaan. Menurut Griffin ( 2004 ), kekuasaan (power ) adalah kemampuan memengaruhi orang lain. Sedangkan menurut Schermerhorn. J.R. (1996), kekuasaan adalah kemampuan untuk mendapatkan orang lain untuk bersedia melakukan sesuatu yang diinginkan. Seorang pelatih memiliki kuasa untuk membangku – cadangkan pemain sepak bola. Seorang manajer memiliki wewenang utnuk memberi penilaian kenerja kepada karyawan. Seorang pemengang saham mayoritas berwenang mengangti direksi. Menurut Griffin (2004) terdapat lima jenis kekuasaan, yaitu :
1.      Legitimate power  (kekuasaan yang terlegitimasi atau sah )
adalah kekuasaan yang diperoleh sebagai konsekuensi hierarki dalam organisasi . seseorang yang memiliki jabatan sebagai manajer berwenang memberi target mendelegasikan pekerjaan, melalui kenerja. Dan memberi peringatan jika karyawan tidak menjalankan tugas sebagai mana mestinya. Namun, menurut Griffin ( 2004 ), seseorang yang memiliki legitimate power berupa wewenang belum mampu menjalankan kepemimpinan dengan baik. Seseorang manajer yang tidak mampu memengaruhi karyawannya agar menunjukkan kinerja secara sukarela disebut manajer yabg tidak atau kurang menjalankan kepemimpinan.
2.      Reward power ( kekuasaan balas jasa )
Adalah kekuasaan untuk memberikan atau menunda balas jasa. Balas jasa yang diamksud dapat berupa gaji, bonus, rekomendasi prosmosi, pujian, pengakuan, penugasan yang menarik. Jika bawahan hanya menghargai manajer atas balas jasa formal ( misal gaji )., manajer tersebut belum menjadi pemimpin. Namun jika bawahan mendambakan penghargaan informal dari manajer ( misalnya pujian ), manajer tersebut telah menjadi pemimpian baik bagi anak buahnya.
3.      Coivive power ( kekuasaan pemaksaan )
Adalah kekuasaan untuk melaksanakan kepatuhan dengan memakai ancaman psikologis, emosional atau fisi. Pada zaman dahulu, fisik dalam organisasi relatif lazim lakukan. Namun, pada saat ini ancaman fisik akan bertentangan dengan prinsip hukum dan etika bisnis. Pada saat ini, paksaan lebih terbatas pada peringatan verbal ( lisan ), peringatan tertulis, demosi dan PHK.
4.      Referent power ( kekuasaan referen )
Bersifat abstrak. Merupakan kekuasaan yang diperoleh dari karisma, keteladanan, sikap dan kepribadian dari pemimpin.
5.      Expert power ( kekuasaan ahli )
Merupakan kekuasaan karena informasi maupun keahlian. Semakin sedikit orang yang memiliki informasi berharga, semakin besar expert power yang dimiliki. Selain itu seseorang akan memiliki expert power semakin tinggi jika ia memiliki keahlian yang langka dan semakin dibutuhkan.
Studi Sifat Kepemimpinan
Beberapa ahli psikologi (psychologis ) dan peneliti berupaya mengidentifikasi karakteristik persoalan dari pemimpin. Pendekatan ini berasumsi bahwa pemimpin memilki9 sifat kepribadian yang merupakan pembawaan sejak lahir.
1.      Leaders dan Non – Leaders
Sebagian besar penelitian terhadap sifat pemimpin berkesmpulan bahwa pemimpin merupakan sosok yang cerdas, ekstrover, dan percaya diri. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa pemimpin biasanya sosok yang tinggi. Namun, Abraham Lincoln dikenal sebagai sosok yang moody  dan introver. Selain itu Napoleon juga berbadan pendek. Oleh karena itu, sebagian kalangan kurang setuju dengan hasil kajian para peneliti yang berbasis sifat.
2.      Effective dan Non – Effective Leaders.
Studi yang dilakukan untuk membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif menemukan bahwa intelegensi. Inisiatif, self assurance, dan kemampuan mensupervisi memiliki keterkaitan dengan kinerja manajer.semakin tinggi intelegens, inisiatif, self assurance,  dan kemampuan mensupervisis seorang manajer, semakin mampu manajer tersebut semakin menjadi pemimpin yang efektif.
Studi Perilaku Kepemimpinan
Setelah diyakini bahwa pemimpin yang efektif tidak ditentukan oleh sifat tertentu, para peneliti mengalihkan perintah untuk mengkaji karakteristik perilaku (behavior ) dari para pemimpin yang efektif. Para peneliti memfokuskan pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu: fugsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan.
            Para peneliti yang mencoba mengeksplorasi fungsi kepemimpinan menyimpulkan bahwa ada dua fungsi yang harus dimiliki seseorang untuk bisa menjalankan kepemimpinan kelompok secara efektif., yaitu ;
Ø  Taks-related ( fungsi tugas ) atau  problem solving function   ( fungsi pemecahan masalah )
Ø  Group-maintinance  ( fungsi pemeliharan kelompok ) atau sosial function ( fungsi sosial ), termasuk didalamnya melakukan mediasi ( menjadi mediator )

Apabila kedua fungsi tersebut bisa dijalankan dengan baik oleh seseorang, maka orang tersebut akan menjadi pemimpin yang efektif.
Sedangkan pendekatan gaya kepemimpinan membedakan dua gaya kepemimpinan, yaitu;
Ø  Taks-oreinted style ( gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas
Ø  Employee – oreinted style  ( gaya kepemimpinan berorientasi kepada karyawan )
Beberapa studi dilakukan berkaitan dengan pendekatan perilaku, yang diantaranya adalah studi Michigan, studi Ohio State, dan Managerial Grid.
1.      Studi Michigan
pada tahun 1940-an Rensis Likert memimpin penelitian mengenai kepemimpinan denagn payung lembanganya adalah University of Michigan. Likert, dkk. Melakukan wawancara dengan para pemimpin (leader ) dan pengikut ( follower ). Hasil penelitian Michigan menyatakan bahwa terdapat dua bentuk dasar perilaku pemimpin, yaitu ;
a.       Job-centered leader behavior ( perilaku yang berpusat kepada pekerjaan ). Perilaku pemimpin jenis ini memberikan perhatian lebih kepada pekerjaan karyawan, prosedur pekerjaan, dan sangat tertarik terhadap pekerjaan.
b.      Employee – centerd leader behavior ( perialku yang berpusat pada karyawan ). Perilaku pemimpin jenis ini memberiakn perhatian lebih pada membangun tim yang kompak, dan memastikan bahwa kepuasan karywan, dimana kepedulian utamanya adalah kesejahteraan karyawan.
Kedua dasar bentuk perilaku tersebut diletakkan oleh Lekert pada dua sisi  yang eksterm. Namun, dalam kenyataannya terdapat pemimpin yang memperhatikan kedua – duanya, baik pekerjaan maupun kesejahteraan karyawan. Likert sendiri merekomendasikan bahwa perilaku yang berpusat pada karyawan secara umum lebih efektif.
2.      Studi Ohio State
Pada waktu yang hampir sama dengan studi Michigan, penelitian dari Ohio State juga melakukan penelitian mengenai kepemimpinan. Namun, studi Ohio State mengunakan metode survei dengan alat bantu kuesioner. Hasil riset menyatakan bahwa terdapat dua perilaku atau gaya kepemimpinan dasar, yaitu;
a.       Initiating – structure behavior ( berorientasi pada struktur ). Tipe pemimpin ini akan mencoba mendefinisikan secara jelas peran pemimpin dan karyawan sehingga masing – masing memaham, serta membentuk mekanisme komunikasi formal.
b.      Consideration – behavior ( perilaku perhatian atau berorientasi pada karyawan ). Tipe pemimpin ini lebih memperlihatkan kepedulian terhadap karyawan, serta berupaya menciptakan suasana kerja yang ramah dan kondusif.
Studi Ohio state memliki kemiripan dengan studi Michigan. Perbedaanya, studi Ohio memandang bahwa gaya kepemimpinan bersifat independen, sedangakan studi Michigan memandang dua perilaku dasar tersebut bersifat kecenderungan mengarah pada satu diantara dua bentuk perilaku yang bersifat eksterm.
Hasil studi Iternational Harvester Co. Menunjukkan pemimpin beserta karyawan bertipe initiating – structure behavior memiliki kinerja tinggi, namun tingkat kepuasan kerja relatif lebih rendah dan tingkat absensi realtif lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya, pada consideration behavior, kinerjanya cenderung lebih rendah, namun tingkat kepuasan kerja cenderung lebih tinggi dan tingkat absensi cenderung lebih rendah.
c.       Managerial grid  ( peta manajerial )
Managerial grid dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton untuk mengevaluasi gaya kepemimpinan dan cara melatih manajer agar mengarah pada gaya perilaku yang ideal. Terdapat dua variabel dalam managerial grid yang dapat di jadikan acuan, yaitu: kepedulian kepada produksi dan kepedualian kepada orang, di mana yang ideal adalah pemimpin yang tinggi skornya kepada kedua variabel tersebut.
Studi Kepemimpinan Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpendapat bahwa perilaku pemimpin yang tepat adalah bervariasi tergantung situasi yang dihadapi. Teori kepemimpian situasional fokus pada beberapa faktor, antara lain ; (1) tuntutan tugas ( ttaks requirement ) , (2) harapan dan perilaku rekan kerja (peers’ expectation and behavior ), (3) karakteristik, harapan , dan perilaku karyawan,serta (4) budaya dan kebijakan organisasi.
1.      Paul Hersey dan Kenneth H. Balnchard : situasional leadership model
Dalam model ini memperhitungkan “ kesiapan “ (readiness) dari karyawan, di mana kesiapan tersebut meliputi : hasrat berperstasi, kesediana menerima tanggung jawab , kemampuan, dan pengalaman. Paul Hersey dan Kenneth H. Balnchard membagi dalam 4 fase, yaitu :
a.       High taks dan  low relationship
b.      Higk taks dan high relationship
c.       Low taks dan  high relationship
d.      Low taks dan low relationship
Berikut rekomendasi kepemimpinan dari Paul Hersey dan Kenneth H. Balnchard dalam Schermerhorn, J. R. ( 1996 ) :
Ø  Apabila karyawan mampu ( able ) atau mau  ( willing ) atau percaya diri (cofident), pemimpin tidak perlu banyak mengintervensi. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan delegasi.
Ø  Apabila karyawan mampu (able ) tetapi tidak mau ( unwilling ) atau merasa tidak aman ( unsecure ), pemimpin perlu memberikan dukungan. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan fasilitatif.
Ø  Apabila karyawan tidak mampu (unable ) tetapi mau ( willing ), pemimpin lebih bersifat High taks orientation  untuk menutupi kelemahan kemampuan karyawa dan high relationship orientation agar karyawan mengikuti harapan pemimpin. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan selling ( menjual ) atau konsultatif.
Ø  Apabila karyawan tidak mampu (unable ) dan tidak mau (  unwilling ), pemmimpin perlu memberikan arahan yang spesifik dan jelas. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan telling atau otoritatif.
2.      Model Fiedler ( LPC )
teori ini mengembangkan tentang teori kepemimpinan situasional pertama. Fiedler mencoba mengukur gaya kepemimpinan memakai kuesioner LPC yang merupakan ukuran ketidaksukaran rekan kerja.
Menurut Fiedler skor yang semakin tinggi mencerminkan pemimpin yang berorientasi pada hubungan. Sedangkan semakin tinggi skornya mencerminkan pemimpin yang berorientasi pada tugas. Namun, sejumlah peneliti mempertanyakan validasi teori LPC. Para peneliti menanyakan apaka skor LPC merupakan indeks perilaku, indeks kepribadian, atau faktor lain.
Menurut Fiedler, perilaku yang tepat bagi pemimpin bervarisi sesuai situasi yang dihadapi. Menurut Fiedler, faktor situasional terpenting adalah daya tarik situasi yang ditentukan oleh relasi pemimpin –anggota, struktur tugas, dan kekuasaan jabatan. Menurut Fiedler, pemimpin yang berorientasi kepada tugas adalah pemimpin yang paling efektif. Namun, dalam situasi daya yarik moderat, pemimpin yang berorientasi pada hubungan diperkirkan yang paling efektif.
3.      Teori Path-Goal
Teori jalur tujuan (parth-goal ) dikembangkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House. Toeri ini berbasis teori motivasi harapan atau expepectancy teory. Menurut teori ini, fungsi utama pemimpin adalah menyediakan balas jasa yang diinginkan lingkungan serta mejelaskan kepada karyawan mengenai perilaku yang akan mengarah pada pencapaian tujaun dan penerimaan balas jasa, yaitu pemimpin harus mengklarifikasikan rute atau jalur kearah pencapaian tujuan. Berbeda dari teori Fiedler, teori path-goal yang mengasumsikan bahwa pemimpin bisa mengubah gaya atau perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi.
Teori Neocharismatic
Studi kepemimpinan terakhir disebut teori Neokarismatic. Teori neocharismatic menerangkan mengenai simbol, daya tarik emoisional, dan komitmen pengikut ( follower ) yang laur biasa ( extraordinary ).
1.      Kepemimpinan karismatik
Menurut teori karismatik, para pengikut mengaitkan kemampuan kepemimpinan yang heroik setelah mereka melihat perilaku tertentu. Dalam teori ini diperbandingkan antara pemimpin yang karismatik dengan yang nonkarismatik beberapa studi menjelaskan karakteristik pemimpin karismatiksebagai berikut :
v  Pemimpin karismatik memiliki visi, yaitu tujuan ideal, dan mampu menjelaskan visi tersebut.
v  Personal riks, dimana pemimpin karismatik berani mengambil resiko pribadi demi mencapai visi.
v  Environmental sensitivity, pemimpin karismatik memiliki kepekaan terhadap lingkungan.
v  Pemimpin karismatik mencoba memandang dari perspektif orang lain ( tidak hanya persepektif diri sendiri ), serta responsif terhadap kebutuhan orang lain.
v  Pemimpin karismatik menunjukkan perilaku di luar kebiasaan dan sering kali berani menentang norma yang mengakar dalam masyarakat.
2.      Kepemimpinan transformasi
Dalam kepemimpinan transaksional, pemimpin memberikan motivasi pengikut dan mengarakan penetapan tujuan melalui aturan main yang jelas. Namun, terdapat tipe kepemimpinan lain, yaitu transformasiona. Dalam kepemimpinan trasformasi, pemimpin menyediakan perhatian individu, rangsangan intelektual serta pemimpin tersebut memiliki karisma.
3.      Kepemimpinan visioner
Adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh seseorang yang mepunyai kemampuan untuk mereaksikan dan mengartikulasi visi organisasi dimasa depan yang realistis, kredibel, dan menarik.
Isu Kontemporer Kepemimpinan
Terdapat beberapa isu kepemimpinan yang mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan pada saat ini, yang antara lain adalah : emotional intellegence, team leadership, moral leadership, dan cross-cultural leadership.
1.      Emotional Intellegence dan kepemimpinan
Beberapa study menunjukkan bahwa emotional intellengce (EI) lebih mampu memperdiksi siapa yang akan muncul menjadi pemimpin dibandingkan IQ. Dalam penelitian sifat kepemimpinan dikatakan bahwa pemimpin memerlukan basic intellegence  dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Namun IQ dan kemampuan teknis belumlah cukup. Dalam EI, terdapat 5 komponen kunci, yaitu:
a.       Kepedulian diri sendiri
b.      Mengelola diri sendiri
c.       Memotivasi diri sendiri
d.      Empati
e.       Kemampuan sosial
2.      Team leadership
Dalam studi terhadap 20 organisasi ditemukan bahwa tanggung jawab pemimpin antara lain : melatih, menfasilitasi, menangani masalah kedisiplinan, meninjau kinerja individu, trainning, dan komunikasi. Menurut Stephens Robbins (2001) terdapat 4 peranan pimpinan :
a.       Menjadi penghubung dengan pihak eksternal
b.      Sebagai penyelesaian masalah
c.       Sebagai pengendali atau pengelola konflik
d.      Menjadi pelatih
3.      moral leadership
Gerlad Chamales, President of Omni Computer Products, dapat dijadikan salah satu teladan. Chamales memperkerjakan orang – orang yang kecanduan obat dan mengadakan program pemulihan ( recovery ). Chamales menyediakan mentor yang bertugas membimbing karyawan baru mengenai budaya perusahaan. Chamales memandang bahwa upaya pemulihan karyawan baru tesebut sebagai invertasi jangka panjang dan ternyata Chamales berhasil membangun perusahaan.
4.      Croos-cultural leadership
Kepemimpinan yang tidak hanya menjalankan fungsinya pada satu gaya untuk menjadi seorang pemimpin efektif. Dengan demikian, seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang dihadapi yang pada saat ini situasi dunia kerja cenderung bersifat lintas budaya atau croos-cultural, bukan budaya yang homogen.
Kepercayaan dan Kepemimpinan
Pada saat isu kepercayaan semakin disorot dalam organisasi. Menurut Stephen Robbins (2001), kepercayaan (trust) merupakan harapan positif bahwa orang lain tidak akan bertindak oportunis, baik dalam pernyataan, tindakan atau keputusan. Dalam hal ini oportunis dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif, yaitu mengambil keputusan yang sepihak.
            Kepercayaan memiliki lima dimensi, yaitu integritas,  kompetensi, konsistensi, keterbukaan dan loyalitas.
1.      Integritas adalah terkait kejujuran dan bisa dipercaya.
2.      Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan, baik yang bersifat teknis maupun antar pribadi.
3.      Konsisten adalah dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan keputusan yang baik dalam menangani situasi.
4.      Loyalitas terkait dengan kesediaan memproteksi dan mengamankan posisi orang lain.
5.      Keterbukaan terakit dengan intensitas sharing informasi dan opini. 

Pada prinsipnya, kepercayaan merupakan fondasi dari kepemimpinan. Ada tiga kepercayaan, yaitu:
1.      Kepercayaan berbasis pencegahan
2.      Kepercayaan berbasis kepercayaan
3.      Kepercayaan berbasis identikasi








 KESIMPULAN
Kepemimpinan merupakan suatu sifat lahiriah dari seseorang untuk mengatur sebuah kelompok untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan keinginannya. Seorang pemimpin haruslah mempunyai prinsip kepemimpinan untuk melaksanakan Fungsi kepemimpinan dengan baik. Seorang pemimpin haruslah pandai dalam membuat keputusan  agar kinerja dari yang dipimpinya terlaksana/berjalan dengan baik.

Daftar pustaka
Dian Wijayanto,Spi,MM,MSE, pengntar manajemen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar