KEPEMIMPINAN
Latar Belakang
Dalam suatu organisasi
selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara intensif.
Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha
pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat
berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan,
metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan
sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah
kepemimpinan (leadership) (Siagian, 1980).
Upaya membangun
keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan
teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi
terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan
pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan
untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut
meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam
kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi
perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses
persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi
antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan
memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan
budaya organisasi yang ideal.
Upaya membangun
keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembagan kekinian rumpun
kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi, Manajemen
SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam semangat
pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya tidak
terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi
birokratik-weberian yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin,
mendapatkan tantangan serius dari paradigma post-birokrasi yang lebih humanis
Kreativitas penting
bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih
sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah-masalah
yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak pemimpin dalam
pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang baik. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan
baik, antara lain:
1.
Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan
atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang
bersangkutan
2.
Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang
3.
Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi
4.
Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui
pertumbuhan dan perkembangan
5.
Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap
anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan
organisasi.
1.2 PENGERTIAN PEMIMPIN
Kemapuan
memimpin ( leadership ) adalah keterampilan yang
sangat diperlukan oleh setiap manajer untuk dapat mengarahkan karyawan agar
bekerja secara optimal. Kegagalan manajer membentuk teamwork akan
memengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Definisi Kepemimpinan
Menurut
Stoner J.A.,R.E Freeman dan D.R. Gilbert Jr. ( 1995 ), leadership (
kepemimpinan ) adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi anggota kelompok
untuk menjalankan tugas. Menurut Griffin ( 2004 ), pemimpin adalah individu
yang mampu memengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan.
Sedangkan pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan.
Ada kerkaitan erat antara kepemimpinan dan
manajemen. Namun, ada pula perbedaannya. Seperti telah dijelaskan bahwa
pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan, sedangkan manajer adalah
orang yang menjalankan proses menajemen. Namun, seseorang manajer belum tentu
bisa menjadi pemimpin. Serta sebaliknya bahwa seorang pemimpin belum tentu
memengang jabatan sebagai manejer. Idealnya, seorang menajer juga mampu menjadi
pemimpin. Seorang manajer yang tidak mampu menjadi pemimpin dapat dikategorikan
sebagai manajer yang kurang baik.
Kekuasaan
Peminpin
memiliki keterkaitan dengan kekuasaan. Menurut Griffin ( 2004 ), kekuasaan
(power ) adalah kemampuan memengaruhi orang lain. Sedangkan menurut
Schermerhorn. J.R. (1996), kekuasaan adalah kemampuan untuk mendapatkan orang
lain untuk bersedia melakukan sesuatu yang diinginkan. Seorang pelatih memiliki
kuasa untuk membangku – cadangkan pemain sepak bola. Seorang manajer memiliki
wewenang utnuk memberi penilaian kenerja kepada karyawan. Seorang pemengang saham
mayoritas berwenang mengangti direksi. Menurut Griffin (2004) terdapat lima
jenis kekuasaan, yaitu :
1.
Legitimate power (kekuasaan yang
terlegitimasi atau sah )
adalah
kekuasaan yang diperoleh sebagai konsekuensi hierarki dalam organisasi .
seseorang yang memiliki jabatan sebagai manajer berwenang memberi target
mendelegasikan pekerjaan, melalui kenerja. Dan memberi peringatan jika karyawan
tidak menjalankan tugas sebagai mana mestinya. Namun, menurut Griffin ( 2004 ),
seseorang yang memiliki legitimate power berupa wewenang belum mampu
menjalankan kepemimpinan dengan baik. Seseorang manajer yang tidak mampu memengaruhi
karyawannya agar menunjukkan kinerja secara sukarela disebut manajer yabg tidak
atau kurang menjalankan kepemimpinan.
2.
Reward power (
kekuasaan balas jasa )
Adalah
kekuasaan untuk memberikan atau menunda balas jasa. Balas jasa yang diamksud
dapat berupa gaji, bonus, rekomendasi prosmosi, pujian, pengakuan, penugasan
yang menarik. Jika bawahan hanya menghargai manajer atas balas jasa formal (
misal gaji )., manajer tersebut belum menjadi pemimpin. Namun jika bawahan
mendambakan penghargaan informal dari manajer ( misalnya pujian ), manajer
tersebut telah menjadi pemimpian baik bagi anak buahnya.
3.
Coivive power (
kekuasaan pemaksaan )
Adalah
kekuasaan untuk melaksanakan kepatuhan dengan memakai ancaman psikologis,
emosional atau fisi. Pada zaman dahulu, fisik dalam organisasi relatif lazim
lakukan. Namun, pada saat ini ancaman fisik akan bertentangan dengan prinsip
hukum dan etika bisnis. Pada saat ini, paksaan lebih terbatas pada peringatan
verbal ( lisan ), peringatan tertulis, demosi dan PHK.
4.
Referent power (
kekuasaan referen )
Bersifat
abstrak. Merupakan kekuasaan yang diperoleh dari karisma, keteladanan, sikap
dan kepribadian dari pemimpin.
5.
Expert power (
kekuasaan ahli )
Merupakan
kekuasaan karena informasi maupun keahlian. Semakin sedikit orang yang memiliki
informasi berharga, semakin besar expert power yang dimiliki. Selain itu
seseorang akan memiliki expert power semakin tinggi jika ia memiliki
keahlian yang langka dan semakin dibutuhkan.
Studi Sifat
Kepemimpinan
Beberapa ahli psikologi (psychologis ) dan
peneliti berupaya mengidentifikasi karakteristik persoalan dari pemimpin.
Pendekatan ini berasumsi bahwa pemimpin memilki9 sifat kepribadian yang
merupakan pembawaan sejak lahir.
1.
Leaders dan Non – Leaders
Sebagian
besar penelitian terhadap sifat pemimpin berkesmpulan bahwa pemimpin merupakan
sosok yang cerdas, ekstrover, dan percaya diri. Hasil kajian juga menunjukkan
bahwa pemimpin biasanya sosok yang tinggi. Namun, Abraham Lincoln dikenal
sebagai sosok yang moody dan
introver. Selain itu Napoleon juga berbadan pendek. Oleh karena itu, sebagian
kalangan kurang setuju dengan hasil kajian para peneliti yang berbasis sifat.
2.
Effective dan
Non – Effective Leaders.
Studi
yang dilakukan untuk membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif
menemukan bahwa intelegensi. Inisiatif, self assurance, dan kemampuan
mensupervisi memiliki keterkaitan dengan kinerja manajer.semakin tinggi
intelegens, inisiatif, self assurance, dan kemampuan mensupervisis seorang manajer,
semakin mampu manajer tersebut semakin menjadi pemimpin yang efektif.
Studi Perilaku Kepemimpinan
Setelah diyakini bahwa pemimpin yang efektif tidak
ditentukan oleh sifat tertentu, para peneliti mengalihkan perintah untuk
mengkaji karakteristik perilaku (behavior ) dari para pemimpin yang
efektif. Para peneliti memfokuskan pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu:
fugsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan.
Para
peneliti yang mencoba mengeksplorasi fungsi kepemimpinan menyimpulkan bahwa ada
dua fungsi yang harus dimiliki seseorang untuk bisa menjalankan kepemimpinan
kelompok secara efektif., yaitu ;
Ø Taks-related
(
fungsi tugas ) atau problem solving
function ( fungsi pemecahan masalah )
Ø Group-maintinance
( fungsi pemeliharan kelompok ) atau sosial
function ( fungsi sosial ), termasuk didalamnya melakukan mediasi ( menjadi
mediator )
Apabila kedua fungsi tersebut bisa
dijalankan dengan baik oleh seseorang, maka orang tersebut akan menjadi
pemimpin yang efektif.
Sedangkan pendekatan gaya
kepemimpinan membedakan dua gaya kepemimpinan, yaitu;
Ø Taks-oreinted
style ( gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas
Ø Employee
– oreinted style (
gaya kepemimpinan berorientasi kepada karyawan )
Beberapa studi dilakukan berkaitan
dengan pendekatan perilaku, yang diantaranya adalah studi Michigan, studi Ohio
State, dan Managerial Grid.
1. Studi
Michigan
pada tahun 1940-an Rensis Likert
memimpin penelitian mengenai kepemimpinan denagn payung lembanganya adalah
University of Michigan. Likert, dkk. Melakukan wawancara dengan para pemimpin (leader
) dan pengikut ( follower ). Hasil penelitian Michigan menyatakan
bahwa terdapat dua bentuk dasar perilaku pemimpin, yaitu ;
a. Job-centered
leader behavior ( perilaku yang berpusat kepada
pekerjaan ). Perilaku pemimpin jenis ini memberikan perhatian lebih kepada pekerjaan
karyawan, prosedur pekerjaan, dan sangat tertarik terhadap pekerjaan.
b. Employee
– centerd leader behavior ( perialku yang berpusat pada
karyawan ). Perilaku pemimpin jenis ini memberiakn perhatian lebih pada
membangun tim yang kompak, dan memastikan bahwa kepuasan karywan, dimana
kepedulian utamanya adalah kesejahteraan karyawan.
Kedua dasar bentuk perilaku tersebut
diletakkan oleh Lekert pada dua sisi yang
eksterm. Namun, dalam kenyataannya terdapat pemimpin yang memperhatikan kedua –
duanya, baik pekerjaan maupun kesejahteraan karyawan. Likert sendiri
merekomendasikan bahwa perilaku yang berpusat pada karyawan secara umum lebih
efektif.
2. Studi
Ohio State
Pada waktu yang hampir sama dengan studi
Michigan, penelitian dari Ohio State juga melakukan penelitian mengenai
kepemimpinan. Namun, studi Ohio State mengunakan metode survei dengan alat
bantu kuesioner. Hasil riset menyatakan bahwa terdapat dua perilaku atau gaya
kepemimpinan dasar, yaitu;
a. Initiating
– structure behavior ( berorientasi pada struktur ). Tipe
pemimpin ini akan mencoba mendefinisikan secara jelas peran pemimpin dan
karyawan sehingga masing – masing memaham, serta membentuk mekanisme komunikasi
formal.
b. Consideration
– behavior ( perilaku perhatian atau berorientasi
pada karyawan ). Tipe pemimpin ini lebih memperlihatkan kepedulian terhadap
karyawan, serta berupaya menciptakan suasana kerja yang ramah dan kondusif.
Studi Ohio state memliki kemiripan
dengan studi Michigan. Perbedaanya, studi Ohio memandang bahwa gaya
kepemimpinan bersifat independen, sedangakan studi Michigan memandang dua
perilaku dasar tersebut bersifat kecenderungan mengarah pada satu diantara dua
bentuk perilaku yang bersifat eksterm.
Hasil studi Iternational Harvester
Co. Menunjukkan pemimpin beserta karyawan bertipe initiating – structure
behavior memiliki kinerja tinggi, namun tingkat kepuasan kerja relatif
lebih rendah dan tingkat absensi realtif lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya, pada consideration behavior, kinerjanya cenderung lebih
rendah, namun tingkat kepuasan kerja cenderung lebih tinggi dan tingkat absensi
cenderung lebih rendah.
c. Managerial
grid ( peta
manajerial )
Managerial grid dikembangkan oleh Robert
Blake dan Jane Mouton untuk mengevaluasi gaya kepemimpinan dan cara melatih manajer
agar mengarah pada gaya perilaku yang ideal. Terdapat dua variabel dalam
managerial grid yang dapat di jadikan acuan, yaitu: kepedulian kepada produksi
dan kepedualian kepada orang, di mana yang ideal adalah pemimpin yang tinggi
skornya kepada kedua variabel tersebut.
Studi Kepemimpinan Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpendapat bahwa perilaku
pemimpin yang tepat adalah bervariasi tergantung situasi yang dihadapi. Teori
kepemimpian situasional fokus pada beberapa faktor, antara lain ; (1) tuntutan
tugas ( ttaks requirement ) , (2) harapan dan perilaku rekan kerja (peers’
expectation and behavior ), (3) karakteristik, harapan , dan perilaku
karyawan,serta (4) budaya dan kebijakan organisasi.
1. Paul
Hersey dan Kenneth H. Balnchard : situasional leadership model
Dalam
model ini memperhitungkan “ kesiapan “ (readiness) dari karyawan, di mana kesiapan
tersebut meliputi : hasrat berperstasi, kesediana menerima tanggung jawab ,
kemampuan, dan pengalaman. Paul Hersey dan Kenneth H. Balnchard membagi dalam 4
fase, yaitu :
a.
High taks dan
low relationship
b.
Higk taks dan
high relationship
c.
Low taks dan
high relationship
d.
Low taks dan
low relationship
Berikut
rekomendasi kepemimpinan dari Paul Hersey dan Kenneth H. Balnchard dalam
Schermerhorn, J. R. ( 1996 ) :
Ø Apabila
karyawan mampu ( able ) atau mau
( willing ) atau percaya diri (cofident), pemimpin tidak
perlu banyak mengintervensi. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah
kepemimpinan delegasi.
Ø Apabila
karyawan mampu (able ) tetapi tidak mau ( unwilling ) atau merasa
tidak aman ( unsecure ), pemimpin perlu memberikan dukungan.
Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan fasilitatif.
Ø Apabila
karyawan tidak mampu (unable ) tetapi mau ( willing ), pemimpin
lebih bersifat High taks orientation untuk menutupi kelemahan kemampuan karyawa dan
high relationship orientation agar karyawan mengikuti harapan pemimpin.
Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini adalah kepemimpinan selling (
menjual ) atau konsultatif.
Ø Apabila
karyawan tidak mampu (unable ) dan tidak mau ( unwilling ), pemmimpin perlu memberikan
arahan yang spesifik dan jelas. Kepemimpinan yang cocok untuk situasi ini
adalah kepemimpinan telling atau otoritatif.
2. Model
Fiedler ( LPC )
teori ini mengembangkan
tentang teori kepemimpinan situasional pertama. Fiedler mencoba mengukur gaya
kepemimpinan memakai kuesioner LPC yang merupakan ukuran ketidaksukaran rekan
kerja.
Menurut Fiedler skor
yang semakin tinggi mencerminkan pemimpin yang berorientasi pada hubungan.
Sedangkan semakin tinggi skornya mencerminkan pemimpin yang berorientasi pada
tugas. Namun, sejumlah peneliti mempertanyakan validasi teori LPC. Para
peneliti menanyakan apaka skor LPC merupakan indeks perilaku, indeks
kepribadian, atau faktor lain.
Menurut Fiedler,
perilaku yang tepat bagi pemimpin bervarisi sesuai situasi yang dihadapi.
Menurut Fiedler, faktor situasional terpenting adalah daya tarik situasi yang
ditentukan oleh relasi pemimpin –anggota, struktur tugas, dan kekuasaan
jabatan. Menurut Fiedler, pemimpin yang berorientasi kepada tugas adalah
pemimpin yang paling efektif. Namun, dalam situasi daya yarik moderat, pemimpin
yang berorientasi pada hubungan diperkirkan yang paling efektif.
3. Teori
Path-Goal
Teori jalur tujuan (parth-goal )
dikembangkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House. Toeri ini berbasis teori
motivasi harapan atau expepectancy teory. Menurut teori ini, fungsi
utama pemimpin adalah menyediakan balas jasa yang diinginkan lingkungan serta
mejelaskan kepada karyawan mengenai perilaku yang akan mengarah pada pencapaian
tujaun dan penerimaan balas jasa, yaitu pemimpin harus mengklarifikasikan rute
atau jalur kearah pencapaian tujuan. Berbeda dari teori Fiedler, teori path-goal
yang mengasumsikan bahwa pemimpin bisa mengubah gaya atau perilaku agar
sesuai dengan tuntutan situasi.
Teori
Neocharismatic
Studi
kepemimpinan terakhir disebut teori Neokarismatic. Teori neocharismatic menerangkan
mengenai simbol, daya tarik emoisional, dan komitmen pengikut ( follower )
yang laur biasa ( extraordinary ).
1. Kepemimpinan
karismatik
Menurut teori karismatik, para pengikut
mengaitkan kemampuan kepemimpinan yang heroik setelah mereka melihat perilaku
tertentu. Dalam teori ini diperbandingkan antara pemimpin yang karismatik
dengan yang nonkarismatik beberapa studi menjelaskan karakteristik pemimpin
karismatiksebagai berikut :
v Pemimpin
karismatik memiliki visi, yaitu tujuan ideal, dan mampu menjelaskan visi
tersebut.
v Personal
riks, dimana pemimpin karismatik berani mengambil resiko pribadi demi mencapai
visi.
v Environmental
sensitivity, pemimpin karismatik memiliki kepekaan terhadap lingkungan.
v Pemimpin
karismatik mencoba memandang dari perspektif orang lain ( tidak hanya
persepektif diri sendiri ), serta responsif terhadap kebutuhan orang lain.
v Pemimpin
karismatik menunjukkan perilaku di luar kebiasaan dan sering kali berani
menentang norma yang mengakar dalam masyarakat.
2. Kepemimpinan
transformasi
Dalam kepemimpinan transaksional,
pemimpin memberikan motivasi pengikut dan mengarakan penetapan tujuan melalui
aturan main yang jelas. Namun, terdapat tipe kepemimpinan lain, yaitu
transformasiona. Dalam kepemimpinan trasformasi, pemimpin menyediakan perhatian
individu, rangsangan intelektual serta pemimpin tersebut memiliki karisma.
3. Kepemimpinan
visioner
Adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh
seseorang yang mepunyai kemampuan untuk mereaksikan dan mengartikulasi visi
organisasi dimasa depan yang realistis, kredibel, dan menarik.
Isu
Kontemporer Kepemimpinan
Terdapat
beberapa isu kepemimpinan yang mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan
pada saat ini, yang antara lain adalah : emotional intellegence, team
leadership, moral leadership, dan cross-cultural leadership.
1. Emotional
Intellegence dan kepemimpinan
Beberapa study menunjukkan bahwa emotional
intellengce (EI) lebih mampu memperdiksi siapa yang akan muncul menjadi
pemimpin dibandingkan IQ. Dalam penelitian sifat kepemimpinan dikatakan bahwa
pemimpin memerlukan basic intellegence dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.
Namun IQ dan kemampuan teknis belumlah cukup. Dalam EI, terdapat 5 komponen
kunci, yaitu:
a. Kepedulian
diri sendiri
b. Mengelola
diri sendiri
c. Memotivasi
diri sendiri
d. Empati
e. Kemampuan
sosial
2. Team
leadership
Dalam studi terhadap 20 organisasi
ditemukan bahwa tanggung jawab pemimpin antara lain : melatih, menfasilitasi,
menangani masalah kedisiplinan, meninjau kinerja individu, trainning, dan
komunikasi. Menurut Stephens Robbins (2001) terdapat 4 peranan pimpinan :
a. Menjadi
penghubung dengan pihak eksternal
b. Sebagai
penyelesaian masalah
c. Sebagai
pengendali atau pengelola konflik
d. Menjadi
pelatih
3. moral
leadership
Gerlad Chamales, President of Omni
Computer Products, dapat dijadikan salah satu teladan. Chamales memperkerjakan
orang – orang yang kecanduan obat dan mengadakan program pemulihan ( recovery
). Chamales menyediakan mentor yang bertugas membimbing karyawan baru
mengenai budaya perusahaan. Chamales memandang bahwa upaya pemulihan karyawan
baru tesebut sebagai invertasi jangka panjang dan ternyata Chamales berhasil
membangun perusahaan.
4. Croos-cultural
leadership
Kepemimpinan yang tidak hanya
menjalankan fungsinya pada satu gaya untuk menjadi seorang pemimpin efektif.
Dengan demikian, seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan
sesuai dengan situasi yang dihadapi yang pada saat ini situasi dunia kerja cenderung
bersifat lintas budaya atau croos-cultural, bukan budaya yang homogen.
Kepercayaan
dan Kepemimpinan
Pada
saat isu kepercayaan semakin disorot dalam organisasi. Menurut Stephen Robbins
(2001), kepercayaan (trust) merupakan harapan positif bahwa orang lain
tidak akan bertindak oportunis, baik dalam pernyataan, tindakan atau keputusan.
Dalam hal ini oportunis dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif, yaitu
mengambil keputusan yang sepihak.
Kepercayaan memiliki lima dimensi,
yaitu integritas, kompetensi,
konsistensi, keterbukaan dan loyalitas.
1.
Integritas adalah terkait kejujuran dan
bisa dipercaya.
2.
Kompetensi adalah pengetahuan dan
keterampilan, baik yang bersifat teknis maupun antar pribadi.
3.
Konsisten adalah dapat diandalkan, dapat
diprediksi, dan keputusan yang baik dalam menangani situasi.
4.
Loyalitas terkait dengan kesediaan
memproteksi dan mengamankan posisi orang lain.
5.
Keterbukaan terakit dengan intensitas
sharing informasi dan opini.
Pada
prinsipnya, kepercayaan merupakan fondasi dari kepemimpinan. Ada tiga
kepercayaan, yaitu:
1.
Kepercayaan berbasis pencegahan
2.
Kepercayaan berbasis kepercayaan
3.
Kepercayaan berbasis identikasi
KESIMPULAN
Kepemimpinan merupakan
suatu sifat lahiriah dari seseorang untuk mengatur sebuah kelompok untuk
mencapai suatu tujuan sesuai dengan keinginannya. Seorang pemimpin haruslah
mempunyai prinsip kepemimpinan untuk melaksanakan Fungsi kepemimpinan dengan
baik. Seorang pemimpin haruslah pandai dalam membuat keputusan agar kinerja dari yang dipimpinya
terlaksana/berjalan dengan baik.
Daftar pustaka
Dian Wijayanto,Spi,MM,MSE, pengntar manajemen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar