JAWABAN
NOMER 1
Perusahaan Perseorangan
Perusahaan
perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang.
Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara
tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk
mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya
jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan
penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti
toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
Kelebihan :
· Perseorangan tidak dikenakan pajak perusahaan.
· Dalam melakukan pengelolaan perusahaan, pemilik juga menjadi
bagian dari manajemen sehingga pengendalian internal tidak terlalu kompleks dan
mudah diawasi oleh pemilik langsung.
· Biaya yang rendah dalam pengelolaan, karena karyawan yang
bekerja didalam perseorangan adalah si pemilik usaha.
· Tidak memalui proses administrasi hukum yang terlalu
kompleks, biasanya hanya sampai akte notaris, dan surat keterangan domisili
dari kelurahan saja. tidak perlu melalui proses pembuatan SIUP, atau TDP
ataupun hingga membutuhkan surat keputusan dari Menkeh dan HAM.
· Proses pembentukan yang sangat cepat.
· Apabila dalam bisnis perseorangan terjadi kerugian maka
kompensasi kerugian dapat dimasukan dalam perhitungan pajak penghasilan
pemilik.
Kekurangan :
· Tanggung jawab pemilik tidak terbatas.
Artinya seluruh kekayaan pribadinya termasuk sebagai jaminan terhadap seluruh
utang perusahaan.
· Sumber keuangan terbatas. Karena pemiliknya
hanya satu orang, maka usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh sumber dana
hanya bergantung pada kemampuannya.
·
Kesulitan dalam
manajemen. Semua kegiatan seperti pembelian, penjualan, pembelanjaan,
pengaturan karyawan dan sebagainya dipegang oleh seorang pimpinan. Ini lebih sulit apabila manajemen dipegang oleh beberapa
orang.
·
Kelangsungan usaha kurang terjamin. Kematian pimpinan atau pemilik, bangkrut,
atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan usaha ini berhenti kegiatannya.
Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan
terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban
sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak serta kewajiban para pendiri maupun
pemilik. Berbeda dengan bentuk badan usaha lainnnya, PT mempunyai
kelangsungan hidup yang panjang, karena perseroan ini akan tetap berjalan
meskipun pendiri atau pemiliknya meninggal dunia. Tanda keikut-sertaan seseorang sebagai
pemilik adalah saham yang dimilikinya. Makin besar saham yang dimiliki
seseorang, makin besar pula peran dan kedudukannya sebagai
pemilik perusahaan yang menerbitkan saham tersebut.
Tanggung-jawab
seorang pemegang saham terhadap pihak ketiga terbatas pada modal sahamnya.
Dengan kata lain, bahwa tanggung-jawab pemilik terhadap kewajiban-kewajiban
finansialnya ditentuka noleh besarnya modal yang diikut-sertakan pada
perseroan.
Pada
perseroan terbatas, kekayaan pribadi para pemegang saham maupun pemilik para
pimpinan perusahaan itu tidak dipertanggung-jawabkan sebagai jaminan
terhadap utang-utang perusahaan. Sesuai dengan namanya, perseroan terbatas ,
keterlibatan dan tanggung-jawab para pemilik terhadap utang
piutang perusahaan terbatas pada saham yang dimilikinya.
Kelebihan :
· Tanggung jawab yang terbatas dari para pemegang saham
terhadap utang-utang perusahaan. Maksudnya
adalah jika anda termasuk pemegang saham dan kebetulan perusahaan punya utang,
anda hanya bertanggung jawab sebesar modal yang anda setorkan. Tidak lebih.
· Kelangsungan perusahaan sebagai badan hukum
lebih terjamin, sebab tidak tergantung pada pemilik.
· Mudah untuk memindahkan hak milik dengan
menjual saham kepada orang lain.
· Mudah memperoleh tambahan modal untuk
memperluas volume usahanya, misalnya dengan mengeluarkan saham baru.
· Manajemen dan
spesialisasinya memungkinkan pengelolaan sumber-sumber modal secara lebih
efisien. Jadi jika anda mempunyai manajer tidak cakap, bisa diganti dengan yang
lebih cakap.
Kekurangan :
· PT merupakan subyek
pajak tersendiri. Jadi tidak hanya perusahaan yang terkena pajak. Dividen atau
laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham dikenakan pajak lagi
sebagai pajak pendapatan. Tentunya dari pemegang saham yang bersangkutan.
· Jika anda akan
mendirikan perseroan terbatas, pendiriannya jauh lebih sulit dari bentuk
kepemilikan usaha lainnya. Dalam pendiriannya, PT memerlukan akte notaris dan
ijin khusus untuk usaha tertentu.
· Biaya pembentukannya
relatif tinggi.
· Bagi
sebagian besar orang, PT dianggap kurang “secret” dalam hal dapur perusahaan.
Hal ini disebabkan karena segala aktivitas perusahaan harus dilaporkan kepada
pemegang saham. Apalagi yang menyangkut laba perusahaan
JAWABAN NOMER 2
Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran”.
Dengan demikian ada dua cara yang
dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:
1. Secara
konvensional : Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan
dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga”
(interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan,
atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada
debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi
2. Prinsip Syariah :
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip
Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dengan adanya prinsip syariah ini,
tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi
dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka
prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.
Mengenai bentuk hukum suatu bank
umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998,
dapat berupa:
1. Perseroan
Terbatas;
2. Koperasi; atau
3. Perusahaan Daerah.
- Usaha Bank Umum
Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, disebutkan secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah
dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum
meliputi:
1. menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu
2. memberikan kredit
3. menerbitkan surat
pengakuan hutang
4. membeli, menjual atau
menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah
nasabahnya
5. surat-surat wesel
termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama
daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud
6. surat pengakuan
hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari
kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud
7. kertas perbendaharaan
negara dan surat jaminan pemerintah
8. Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
9. Obligasi
10.
surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun
11. instrumen surat berharga lain
yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun
12.
memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah
13.
menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya
14.
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga
15.
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
16.
melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak
17.
melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
18.
melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat
19.
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa “Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran”.
Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7
Tahun 1992 yang menyangkut Usaha Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan
perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi:
menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
1. memberikan
kredit
2. menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
3. menempatkan dananya
dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7
Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR
dilarang:
menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
1. melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing
2. melakukan penyertaan
modal
3. melakukan usaha
perasuransian
4. melakukan usaha lain
di luar kegiatan usaha \
JAWABAN NOMER 3
Wesel
(pasal 100 –pasal 173)
-
Pasal 100 Surat wesel memuat: (KUHD 174, 178,)
1. pemberian nama "surat
Wesel", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang
digunakan dalam surat itu; (AB. 18.)
2. perintah tak bersyarat
untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; (KUHD 104 dst.)
3. nama orang yang harus
membayar (tertarik); (KUHD 102.)
4. penunjukan hari jatuh tempo
pembayaran; (KUHD 101, 132 dst.)
5. penunjukan tempat
pembayaran harus dilakukan; (KUHD 101, 103, 126.)
6. nama orang kepada siapa
pembayaran harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada siapa
pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
7. pernyataan hari
ditandatangani beserta tempat penarikan surat Wesel itu; (KUHD 101.)
8. tanda tangan orang yang
mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). (KUHD 106 dst.)
-
adalah perintah bayar tak bersyarat dari penerbit (issuer/ drawer) kepada
tertarik (drawee) untuk membayar sejumlah uang kepada penerima atau
pemegang wesel (holder).
-
Dibagi atas : wesel atas nama atau wesel kepada pengganti , wesel atas unjuk ,
dan wesel “tidak kepada pengganti”
-
wesel atas nama dengan wesel kepada pengganti sama saja.
-
Peralihan : wesel atas nama dan kepada pengganti à endorsment (pasal 110 (1) KUHD
wesel atas unjuk à penyerahan
fisik
wesel “tidak kepada pengganti” à
cessie (pasal 110 (2) KUHD)
-
Jangka berlaku wesel atas unjuk : 1 tahun setelah ditandatangani (pasal 122
KUHD)
-
Dalam hal terjadi non-akseptasi atau non pembayaran, pemegang surat berharga
memiliki hak regres yaitu dengan menempuh cara:
a. Membuat akta otentik
disertai 2 saksi ( pasal 143 KUHD)
b. Membuat pernyataan
sederhana oleh holder dan ttd tersangkut (pasal 143d KUHD)
Surat
Sanggup (Pasal 174-177 KUHD)
-
Surat sanggup (KUHD 174) memuat :
1. baik Klausula
tertunjuk, maupun sebutan, “surat sanggup“ atau promes kepada tertunjuk,
yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa
yang digunakan dalam atas-hak itu; (AB. 18.)
2. penyanggupan tak
bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. penunjukan hari jatuh
tempo; (KUHD 132 dst., 1752.)
4. penunjukan tempat
pembayaran harus dilakukan; (KUHD 103, 126.)
5. nama orang yang kepadanya
pembayaran itu harus dilakukan atau yang kepada tertunjuk pembayaran itu
harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
6. penyebutan tanggal, serta
tempat surat sanggup itu ditandatangani;
7. tanda tangan orang yang
mengeluarkan alas-hak itu (penandatanganan)
-
Adalah janji bayar yang diberikan oleh penerbit kepada pemegang atas pembayaran
sejumlah uang pada waktu tertentu.
-
Dibagi menjadi: surat sanggup kepada pengganti (atas nama:sama aja)à promissory notes
Surat sanggup atas unjuk
à
promes
-
Ketentuan yang lain sama dengan wesel : pasal 176 KUHD
JAWABAN NOMER 4
SYARAT SAH KONTRAKSyarat sahnya suatu kontrak diatur pada pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, mengingat bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Didalam pasal 1320 KUH Perdata syarat sah suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu :
1. Kesepakatan yang Mengikatkan Diri
2. Kecakapan Untuk Menbuat Perikatan
3. Suatu Hal Tertentu
4. Sebab yang Halal (diperbolehkan)
Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, karena terkait dengan subyek atau para pihak dalam perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif, karena berkaitan dengan objek perjanjiannya.
Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat diminta pembatalan oleh salah satu pihak. Namu, perjanjian tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim. Disamping itu, apabila syarat ketiga dan keempat tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
a. KESEPAKATAN
Kesepakatan dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas diantara pihak-pihak pembuat kontrak mengenai hal-hal yang dituangkan dalam isi kontrak. Kesepakatan ini dinyatakan tidak sah apabila dibuat atas dasar penipuan, kesalahan, paksaan dan penyalahgunaan.
b. KECAKAPAN
Kecakapan berarti pihak-pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Yang tidak cakap menbuat kontrak oleh hukum adalah mereka yang belum dewasa (anak-anak), orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele) dan orang sakit jiwa.
Kriteria dewasa menurut hukum, yaitu :
• Menurut Hukum Perdata
Menurut hukum perdata, belum dewasa berarti belum genap berumur 21 tahun dan belum pernah menikah. Mereka yang belum genap 21 tahun tetapi telah menikah dan bercerai tidak bias dianggap lagi belum dewasa.
• Menurut Hukum Pidana
Menurut hukum pidana, yang disebut dengan dewasa adalah seseorang yang telah berumur 21 tahun atau seseorang yang belum berumur 21 tahun tetapi sedah menikah.
• Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat, dewasa atau belum dilihat dari usia dan perkembangan jiwa yang patut dianggap cakap atau tidak cakap, serta mampu atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu pula.
• Menurut Undang-Undang Perkawinan
UU No.1 Tahun 1997 tentang Perkawinan mengatur hal-hal sebagai berikut :
I. Izin orang tua bagi seseorang yang akan melangsungkan perkawinan jika belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat 2)
II. Umur minimum untuk diizinkan melangsungkan perkawinan laki-laki 19 tahun, perempuan 16 tahun (pasal 7 ayat 2)
III. Anak-anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah menikah berada dalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1)
IV. Anak-anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah menikah, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tuanya, berada dalam kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1)
Namun, undang-undang ini tidak mencantumkan ketentuan yang mengatur tentang “yang disebit dengan belum dewasa dan dewasa”.
c. HAL TERTENTU
Hal tertentu mempunyai maksud bahwa objek yang diatur dalam kontrak harus jelas atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh mengambang atau samar-samar. Sehubungan dengan pokok perikatan yang justru menjadi isi dari kontrak, maka suatu kontrak harus mempunyai pokok atau objek barang yang setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya.
d. SUATU SEBAB YANG DIBOLEHKAN/HALAL
Suatu sebab yang dibolehkan berarti bahwa kesepakatan yang tertuang didalam suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. KUH Perdata memberikan kebebasan berkontrak secara tertulis maupun secara lisan, asalkan memenuhi syarat-syarat yang diatur pada pasal 1320 KUH Perdata. Disamping itu, suatu sebab yang halal dapat ditemukan di beberapa pasal KUH Perdata terutama pasal 1336 KUH Perdata, yang berbunyi “bahwa jika tidak dinyatakan sesuatu sebab tetapi terdapat sesuatu sebabyang halal ataupun jika ada suatu sebab lain yang dinyatakan, maka kontrak sebagaimana diatur demikian adalah sah”
JAWABAN
NOMER 5
FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG LPS
Saat ini kepercayaan masyarakat
untuk menyimpan dananya ke
bank semakin besar. Hal ini bisa
dilihat dari Dana Pihak Ketiga
(DPK) di industri perbankan yang
dari tahun ke tahun naik secara
signifikan. Hingga bulan Nopember
2010, DPK yang dihimpun
perbankan nasional sudah mencapai Rp
2.301,22 triliun, di mana
sekurangnya Rp 1.794,65 triliun
telah dikucurkan dalam bentuk
kredit. Meningkatnya kapasitas lending
bank tersebut patut disyukuri seiring semakin besarnya kebutuhan pertumbuhan
ekonomi yang memerlukan dana. Hingga
tahun 2014—dengan target
pertumbuhan ekonomi rata rata 7% per
tahun—akan dibutuhkan
total investasi Rp 10.000 triliun.
Investasi dari pemerintah diprediksi
hanya sekitar 20% atau Rp
2.000 triliun. Kekurangan investasi
diharapkan datang dari swasta.
Dengan demikian, peran investasi
swasta dan industri perbankan
akan sangat dominan. Dana pihak
ketiga dari masyarakat pun tidak
bisa dianggap remeh dan harus
dikelola dengan baik. Dalam konteks
ini, tumbuhnya kepercayaan yang
makin besar dari masyarakat
untuk menggunakan jasa perbankan dan
menyimpan dananya ke bank sangatlah penting.
Dalam rangka terus meningkatkan
kepercayaan publik kepada
perbankan, peran LPS sebagai lembaga
yang menjamin simpanan
nasabah bank dan menjaga stabilitas
sistem perbankan menjadi
sangat penting. Fenomena positif
dalam kurun lima tahun ini menunjukkan bahwa eksistensi dan sosok Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) untuk terus memperkuat kepercayaan publik pada
industri perbankan semakin
dibutuhkan. Sehingga harapan untuk
menciptakan sistem perbankan yang
sehat dan stabil dengan adanya/pembentukan dan peran LPS, dapat diwujudkan. Hal
ini tak
lepas dari fungsi LPS sendiri, yaitu
menjamin simpanan nasabah
dan turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya. Pelaksanaan
skim penjaminan simpanan oleh LPS ini diterapkan kepada seluruh bank yang
beroperasi di Indonesia, baik Bank
Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), baik bank kon
vensional maupun bank syariah.
Dalam menjalankan kedua fungsi di
atas, LPS mempunyai tugas
sebagai berikut:
1.Melaksanakan penjaminan simpanan;
2.Melaksanakan penyelesaian Bank
Gagal (bank resolution)yang tidak berdampak sistemik; dan
3.Melaksanakan penanganan Bank Gagal
yang berdampak
sistemik.Dalam menjalankan tugas di
atas, LPS mengadaptasi model yang
serupa dengan sistem asuransi dengan
prinsip ”industri menolong
industri”, dimana apabila terjadi
Bank Gagal, maka wajib ditolong
oleh keseluruhan industri perbankan.
Selain itu, untuk mendukung
keperluan tersebut, seluruh bank
wajib membayar kontribusi dan
premi kepada LPS. Dalam rangka
pelaksanaan penjaminan simpanan, LPS melaku
kan pembayaran klaim terhadap
simpanan
nasabah penyimpan dari bank yang
dicabut izin usahanya serta
melakukan proses likuidasi bank yang
dicabut izin usahanya. Pembayaran klaim penjaminan kepada para nasabah bank
dilakukan
dalam waktu yang sangat singkat,
yaitu 90 hari sejak bank dicabut
izin usahanya. Proses pembayaran
klaim tersebut dirancang secara
cepat dengan tujuan untuk memberikan
kepastian kepada nasabah
bank mengenai status simpanannya.
Sehingga diharapkan akan
memberikan rasa tenang dan kepastian
bagi nasabah bank yang
dicabut izin usahanya. Dengan peran
seperti itu, LPS diharapkan
akan mendukung stabilitas perbankan
secara keseluruhan.
Sementara itu, dalam rangka
pelaksanaan fungsi turut aktif
menjaga stabilitas perbankan
nasional, LPS memiliki tugas untuk
5 Tahun LPS Menjamin Simpanan
Nasabah dan
Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan
menyelamatkan bank gagal yang
berdampak sistemik. Dalam
rangka menjalankan tugas dimaksud,
LPS memiliki kewenangan
dalam mengambil alih dan menjalankan
semua hak dan pemegang
saham, termasuk RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham). Selain
itu, LPS juga punya kewenangan untuk
menguasai aset, meninjau
ulang, membatalkan, mengakhiri,
mengubah setiap kontrak yang
mengikat bank gagal. Kewenangan
tersebut diberikan UU kepada
LPS untuk memastikan proses
penyelamatan bank yang dilakukan
oleh LPS dapat dilaksanakan dengan
baik. Tanpa menguasai RUPS
bank yang diselamatkan, proses
penyelamatan bank yang dilakukan
oleh LPS akan menjadi sia sia
seperti yang telah ditunjukkan
pengalaman pemerintah sebelumnya.
Dalam proses pengambilan keputusan
penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, LPS memiliki pilihan
untuk
menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan bank gagal tersebut.
Opsi tersebut didasarkan pada
perkiraan biaya penyelamatan dan
perkiraan biaya tidak melakukan
penyelamatan bank gagal dimaksud.
Sedangkan dalam proses pengambilan
keputusan penyelamatan
bank gagal yang berdampak sistemik,
LPS tidak memiliki opsi
lain kecuali menyelamatkan bank
gagal tersebut. Keputusan penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik
diambil oleh
Komite Koordinasi yang beranggotakan
Menteri Keuangan, Bank
Indonesia, LPS dan Lembaga Pengawas
Perbankan. Selanjutnya,
Komite Koordinasi menyerahkan
penyelamatan bank gagal yang
berdampak sistemik tersebut kepada
LPS.
Dalam rangka penyelamatan bank
gagal, LPS dapat melakukan
Penyertaan Modal Sementara (PMS).
Proses penyelamatan bank
gagal yang berdampak sistemik dapat
dilakukan oleh LPS dengan
keikutsertaan pemegang saham lama
atau tanpa keikutsertaan pemegang saham lama bank.
Penyertaan Modal Sementara LPS
kepada bank gagal yang diselamatkan LPS bersifat sementara. LPS harus menjual
saham
bank yang diselamatkan dengan harga
yang optimal secara terbuka
dan transparan. Apabila tidak
mencapai harga optimal maka dicari
harga yang terbaik. Untuk bank gagal
yang tidak berdampak sistemik, LPS harus menjual saham bank tersebut dalam
jangka
waktu paling lambat 4 tahun.
Sedangkan untuk bank gagal yang
berdampak sistemik, LPS harus
menjual saham bank tersebut
dalam jangka waktu paling lambat 5
tahun.